Monolog: Kisah Putih Ombak Pilu Bukan Halangan Yang Tak Dianggap Tawamu Yang Terakhir

Selasa, 31 Januari 2012

Tawamu Yang Terakhir

Ia tersenyum. Aku dapat melihatnya dengan jelas. Sangat jelas bagaimana otot rahangnya berusaha mengukir keteduhan dalam sendu. Matanya sedikit menyembunyikan rasa pilu walau tak mampu. Tetes air matanya  pun berteriak semu meninggalkan kelopak untuk menghujam haribaan bumi. Sanubariku diselimuti haru. Aku mengusap lengannya yang keriput itu. Dari atas kebawah telapak tanganku melukis hampa, kemudian ku peluk tangannya yang tergeletak tanpa daya.

"Ayah..." panggilku lirih.

Kesunyian menghampiri kami sejenak. Ia tak mau menjawab. Bukan, ia tak bisa. Ia tetap terbaring tanpa gerakan satu jengkal pun. Bibirnya yang manis tertutupi oleh alat bantu nafas, bahkan hingga ikut menyembunyikan indra penciumannya. Aku paham.

"Kau mendengarku, kan?" lanjutku memeluk erat tangannya.

Senin, 30 Januari 2012

Emaaaak! Anakmu Jadi Presiden!

Hahaha. Pertama-tama ketawa dulu boleh dong yah? Gue bukan mengajak kalian untuk tertawa tanpa sebab kok, melainkan mengajak kalian menertawakan gue. Aneh yah? Biarin aja. Nah, beberapa hari kebelakang kan gue posting yang berhubungan dengan sastra, mungkin aja terkesan monoton. Terlebih diksi abstrak yang gue gunakan gak sepenuhnya dipahami.

Tapi, hari ini gue mau melakukan inovasi baru. Menjadi PRESIDEN! #eaaaa~ Hahaha. Ketawa lagi boleh kan? Mungkin terdengar seperti anak-anak yang labil, tapi bagi gue ini nyata. Gak percaya? :P

Uhm... Sedikit cerita nih, gue dikasi artwork oleh seorang blogger yang baik hati dan rajin menabung, biasa gue panggil Langi. Gue rasa artworknya lucu buaanget, terlebih dia gambar hanya dengan menggunakan Paint. Makasih lagi yah Langi! Sampai sekarang gue nyengir-nyengir sendiri pas lihat gambar tsb.. 

"Emaaaak! Anakmu jadi presiden!" sambil betulin celana.

Akhirnya artwork yang dikasi oleh Langi gue poles lagi menggunakan Paint Tool SAI, coba kalian bandingkan dibawah. Ini pertama kalinya gue mewarnai digital menggunakan software Paint Tool SAI.

Minggu, 29 Januari 2012

Underdog Bagian 5 (Akhir): Kematian dan Cinta!

Underdog: Cinta dan Kematian!
Ayo, baca sebelumnya:

Senja bertemu pagi, berulang lagi dan lagi, entah sudah berapa kali aku sendiri tak menghitungnya. Hingga hembusan nafasku kini masih belum kutemui tambatan hati. Ia yang menjadi dewi sejati, walau masih menjadi guratan abstrak yang tak kunjung ketemukan rindu senyumnya. Sendu yang menjadi kelambu hatiku, menyelimuti rasa inginku untuk bersamanya. Kembali melihatnya untuk menyelesaikan lukisan ini dan kuberikan padanya.

Lagi dan lagi kutarik nafasku, lalu kuhembuskan pilu hanya berteman sunyi dalam keributan. Aku menyendiri dalam pekikan semu orang yang membabi-buta. Pikiranku rancu. Membuatku semakin tak mampu membayang rupa senyumnya. Apakah yang harus aku lakukan? Batinku serasa ingin berteriak.

Sabtu, 28 Januari 2012

Dalam Sejuknya Rembulan

Diantara angin malam yang menusuk sanubari, juga sejuk rembulan sebagai sahabat penutup hari, disitu aku bertirakat dalam gelap separuh bumi. Bersujud dalam puing-puing asa. Membangun kedinamisan hidup dengan menggoreskan warna, menghangatkan tubuh dengan diksi-diksi indah ciptaanNya. Aku mencintainya. Apa yang aku miliki dan dapati. Bukan karena wujud hawa yang biasa meronta lemahnya,  namun lantaran menjamah kebahagiaan yang sejati. Ini yang teristimewa dariNya.

Jumat, 27 Januari 2012

Monolog: Untuk Ia Yang Menelanjangi Janji

Gedung DPR RI
Problematika yang terbelenggu masa memikat jasad dan sanubarinya. Berdiri gagah, menunjukkan secercah terang dalam pekikan lantang. Ia menari sembari menelungkupkan jati diri, menyembunyikannya dalam sebuah misteri. Lalu, ia menyamar tawa bersama kami dan bernyanyi,"Kita bersama membangun negeri!"

Negeri? Aku muak. Ia bernyanyi agar kami memuji, ia tak menyangka bahwa kami telah menerka. Ah, seakan nurani terselubung tanpa arti. Cobalah bersujud tanpa uang, mengunjungi kami terbelakang, menghibur kami dalam balutan senang, ya itu keinginan bangsa kami. Namun, sejatinya ia mengasumsikan suci, berlagak tak pernah menelanjangi janji.

DPR RI, andaikan Kau suci dalam hatimu sendiri
Sejatinya WC itu bukanlah tempat yang suci! 

(Untuk Ia Yang Menelanjangi Janji karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan Flash Fiction ini tanpa izin penulis.

Selasa, 24 Januari 2012

Perih? Bukan Hatiku!

Pusing! Pilek! Uwow~

-Coretan saat lagi pilek-
T.T

Mereka mengira aku merintih dalam sandiwara, lalu tertawa dalam suara hampa. Perih. Bukan batinku. Aku tersedu tanpa daya, tergeletak bagai budak yang selalu berserah. Aku membohongi dusta, ya jeritan ini melengking apa adanya. Hembusan nafas yang kukira penutup masa, fana dunia yang mungkin semu sudah, seakan menimpa akalku yang penuh dosa. Maafkanlah hamba.

"Tapi ini tak sebegitu parah, sobat!"

Aku mengerti namun kau tak paham. Kau mencoba mengerti namun ku tak akan paham. Biarkan benda ini menghujam kepala, relakan pita suara melirih dalam lendir hina. Aku menikmatinya. Karena lembayung hati tak lupa akan lukisan jejak senja, hingga aku menemuinya lagi, lagi dan lagi. Sudah cukup sejatinya! Jasadku dalam keperihan, tawaku menyambut dinamika.


Senin, 23 Januari 2012

Ekspektasi Dalam Dua

"Siapa aku? Aku hanyalah manusia hina yang takut sang Penguasa. Citaku tak lebih dari mendapatkan cinta dariNya," ucap seseorang bernada bass.

"Hahaha. Tuhan? Ia hanyalah gaib yang tak kupandang, hanyalah zat yang tak kurasa. Harta! Ya, sejatinya hanya harta yang membuatku bahagia," sanggahan dalam mezo-sopran.

"Ampunilah kami, berikan kami hidayah, serta lindungilah orang-orang disekitarku," hempasan doa bernada tenor menggaung keras.

"Sholat? Berdoa? Ah, persetan akan itu semua. Dengan menungging hanya waktu yang menjadi sia, lagipula tak memberiku sesuatu secara instan," kembali yang lain menyanggah.

"Allahu akbar. Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang baik bagi hambaMu," ungkap lelaki muda, matanya menangkap cakrawala.

"Ah, sudah! Aku tak peduli apa itu hidup, aku hanya berusaha menikmatinya!" dengan nada sopran ia menghentak, lalu pergi menjauh.

Prolog diantara enam orang muda dalam pembagian kelamin sama rata itu berakhir begitu saja. Mereka bubar dalam ekspektasi dua, keheningan pun menyelimuti mereka. Dalam tatapan datar kisah ini dimulai, kesemuan yang ada kini menjadi nyata.

Minggu, 22 Januari 2012

Tante Girang Pun Terharu! (Puisi Spesial)

Surprise!
Hidup. Yap, gue ingin menganalogikannya sebagai buku. Kita tahu ada banyak buku didunia ini, namun kita tak mengenal judulnya satu persatu. Selain itu, masing-masing buku memiliki tebal yang berbeda. Tapi, kenapa sih harus buku? Sangat simpel sebenarnya. Judul buku hanyalah perumpamaan terhadap pengalaman, nama orang, ya yang tak bisa kita ingat seutuhnya. Kita menjalani hidup penuh dinamika dimana tak semua hal bisa terekam dalam otak. Dan, tebal buku merupakan umpama umur manusia, sejatinya semua orang memiliki perbedaan dalam kesempatan mencicipi dunia. Setuju?

Nah, ngomongin umur nih, gue langsung teringat dengan seorang sahabat maya, seorang blogger juga -- ia sedang berulang tahun hari ini. Wicikiciw~ Tadi, gue bersamanya serta beberapa blogger lain conference di skype untuk menyambut hari ini dengan penuh cita. Indah. Ya, bisa dikatakan begitu. Menjelang terbukannya lembaran hari, kami bersama-sama menyanyikan beberapa lagu khusus untuk yang berulang tahun ini. Ia adalah Utari Damayanti, atau biasa gue panggil tante girang. Hihihi~ Panggilan yang aneh yah? ~(^_^)~ Nah, sebagai hadiah untuk Tante, gue mau mendedikasikan sebuah puisi khusus untuknya. So, here we go!

Sabtu, 21 Januari 2012

Pembenci Bagaikan Banci!

Hatinya menari di atas luapan emosi, lalu tertawa dalam kebencian abadi. Aku bisa melihatnya, masih bisa. Kelopak matanya menyembunyikan kesengsaraan, sorot matanya membiaskan kehancuran. Ya, semua itu jelas. Rentetan dosa berbalutkan pujaan hina pantas kukalungkan padanya. Hatinya gelap dan tak lagi segemerlap kejora yang menumpahkan spektrum warna. Ia segan bersembunyi dalam malam tersunyi, lalu sekarang?

Ia mengemis tanpa muka, menadah sandiwara renta demi niat yang ternoda. Upaya penuh rasa, menjatuhkan yang berkuasa, ia sungguh rendah. Aku memperhatikannya, masih dan sangat detil. Langkah dinginnya dalam rencana, ayunan tangannya meneropong kesempatan tercela. Ia bagaikan banci yang bertransformasi kala senja menjelang. Dua sisi yang berbeda, namun meremuk redamkan sesama. Sigaplah terhadap perilaku semunya!

(Pembenci Bagaikan Banci karya Basith K. Adji)
Dilarang menyebarluaskan flash fiction ini tanpa izin penulis.

Kamis, 19 Januari 2012

Sepakbola di Lapangan Putih

Sepulang sekolah tadi gue main sepakbola dibelakang rumah, tapi rasanya beda banget kali ini. Seperti judul diatas, gue mainnya dilapangan putih. Bingung? Jangan. Sebenarnya gue main diatas salju. Muehuehue~ Nah, postingan ini isinya hanya beberapa gambar.

Gambar diambil menggunakan kamera Samsung Galaxy GT-S5360. So, here we go~

juggling bola

Selasa, 17 Januari 2012

Bukan Halangan

Ia tertawa dalam dusta yang sejati, lalu tersenyum beriringan raga yang menunduk. Pedih. Aku tahu, aku mengerti bahwa ia bukanlah seonggok sampah yang berhak terlantar. Aku dapat merasakan jiwanya dalam ambang yang kelam, terletak diantara jutaan penghinaan visual. Hatiku dalam frekuensi yang menggetarkan kedua batin bersama. Bersatu dalam melodi yang semu, tercerai dalam ringkuh sebuah nasib.

"Dek, kamu sedang apa?" tanyaku menepuk bahunya.

Ia menoleh keatas, melihatku, "Tidak, mas siapa yah?" matanya berlinang.

"Disini kotor, ayo kita kesana dulu. Saya Mas Adji," ajakku menjulurkan tangan.

Ia kembali tersenyum. Kali ini raut mukanya berdinamika dalam indahnya pelangi senja, pupil matanya menunjukkan keyakinan dalam benakku. Aku membalas senyumnya. Langkahnya menyeret dalam kerapuhan fibulanya, terpincang namun masih menahan senyumnya. Tampaknya senyuman itu berubah dan telah terkontaminasi dengan rasa sakit. Ia meringis.

Minggu, 15 Januari 2012

Underdog Bagian 4

Underdog: Mengerikan
Ayo, baca sebelumnya:

"Assalamu alaikum," aku berteriak sambil mengetuk pintu rumah. Lelah. Aku berdiri sambil bersandar dipintu untuk menopang berat tubuh ini. Masih dilanda penasaran untuk bertemu sang pujaan, terlebih bayangnya terus saja menghantui benakku. Entah apa yang terjadi denganku belakangan, apakah mungkin jatuh cinta? "Huuftt," aku menghela nafas sambil mengelap dahi.

Ceklek. Pintu dibuka seketika aku tetarik kebelakang, hampir terjatuh. Aku menyeimbangkan tubuh dan jemariku menyentuh lantai. Kaca mataku juga telah mencapai ujung hidung, ya nyaris terhempas. Aku  mencoba berdiri, "Aduh, mama, kenapa buka pintunya tiba-tiba?" tanyaku menatap mata ibu.

"Siapa suruh kamu bersandar dipintu." serunya.

Aku menunduk, "Iya sih, ma. Maaf" lalu menyudahi pembicaraan singkat itu.

Aku menderu dalam kecepatan langkah menuju kamar mandi, aku ingin menghilangkan kepenatan setelah kekecewaan melandaku. Nyanyian dalam keheningan, ya aku melantunkan beberapa lagu lama. Jika cinta dia, jujurlah padaku, batinku terhenyak saat melantunkan bait tersebut. Cinta? pikirku dalam hati.

Ketika Senja Dibalut Salju

Indah. Yap, gue merasa ketika senja dibalut oleh putihnya salju itu luar biasa. Sungguh. Dengan kerlipan merah mengoranye ditambah dengan memantulnya spektrum warna tersebut diatas salju. Bisa kalian bayangkan? Nah,  hari ini gue mau share beberapa foto yang gue jepret sendiri barusan. Gue memang bukan fotografer profesional, tapi gue berusaha untuk membuat foto-foto ini terlihat lebih menarik, jadi ya gue edit seadanya saja.  Hehehe

Foto-foto ini gue jepret dengan Kodak EasyShare M320 dan diedit dengan Photoshop CS3 dan Photoscape. Kasih pendapat kalian dikolom komentar yah atas hasil jepretan gue ini? Okay? Muehuehue ~(^_^)~

Yay! Biar gambarnya keliatan besar dan lebih memuaskan, klik aja pada gambar. Here we go~

Tempat duduk pohon dalam senja bersalju

Tumpukan salju senja
Masih kurang puas? Mau lihat gambar yang lain? Klik 'Baca selanjutnya' ^_^

Jumat, 13 Januari 2012

Underdog Bagian 3

Underdog: Kecewa
Ayo, baca sebelumnya:
[Underdog Bagian 1]
[Underdog Bagian 2]

Rambut hitam yang mengurai panjang dengan hiasan pita merah muda diatasnya, ia masih dalam balutan seragam sekolah. Terduduk diatas ilalang sambil melihat langit yang membiru, menggantungkan kaki dengan tangan menyanggah beban tubuh -- persis ketika kami pertama kali bertemu. Ini lukisan yang teramat indah dan penuh makna namun sayang belum sempurna. Rupa wajahnya terlalu abstrak dibenakku dan aku tak tahu bagaimana melukisnya. Aku harus melihat senyumannya. Lagi. Ya, sejak dibawah pohon waktu itu hingga sekarang -- sudah dua hari -- lukisan ini tak kunjung usai. Aku belum menemuinya. Ia sakit?

Aku menelusur dilorong sekolah sambil menggenggam balutan ransel. Tetap menunduk. Tujuanku sebenarnya hanyalah kelas Dewi. Aku berjalan sambil menyeret langkahku. Setengah sadar dalam bayang-bayang ketakutan. Aku takut untuk menghampirinya.

Sungguh lorong yang panjang, sudah cukup menghadirkan dimensi semu dalam bayanganku terhadap Dewi. Aku hanya ingin melihatnya sekali saja untuk hari ini. Aku rindu senyumannya yang pernah beberapa kali ditujukan kepadaku. Aku rindu itu.

Kamis, 12 Januari 2012

Rasa Yang Abstrak

Dalam lantunan melodi yang merdu, melebur bersama malam yang syahdu. Hening. Membayang akan segala rasa yang tersesat diambang kematian. Aku hanyalah makhluk hina yang masih menunggu dan masih dalam penantian. Jika saja aku seorang penyihir dengan berjuta keajaibannya, andaikan aku seorang penyair yang menggoreskan diksi indahnya. Aku mungkin bisa.


Tanpa dusta aku hidup dalam dinamika warna yang tak terdefinisi hingga akhirnya sirna. Mengharap puing-puing asa dalam ketidakberdayaan masa, terbelenggu melihat keabstrakan dunia. Diam. Berekspektasi kala rembulan di langit belum tertidur, hasratku ingin bertanya kepada jutaan bintang mungil, "Bisakah engkau menjadi lebih terang?" Mungkin engkau bukanlah kejora yang mendapat perhatian, engkau hanyalah junior yang tak bernama. Hanya sebagai penghias latar keindahan kejora. Aku yakin bisa.

Itulah dunia dalam sadisme yang tak memandang, dalam rentetan pedih penyesalan. Hanya ada pertikaian batin yang tak terhenti sampai aku 'kan mati. Nafsu hanyalah bisikan yang tak menentu, membiaskan pandanganku terhadap kesadaran sejati. Terjatuh dalam lembah tak berpenghuni, aku hanya ingin sebuah harmoni. Tak mungkin meloncat yang kubisa hanya mendaki perlahan hingga puncak tercapai. Aku pasti bisa.

*****

Ada yang mengerti maksud coretan resahku ini? Kalau kalian dapat mengartikannya. Kalian luar biasa! ^_^

Selasa, 10 Januari 2012

Underdog Bagian 2

Underdog: Perasaan yang
abstrak
Ayo, baca sebelumnya:
[Underdog Bagian 1]

Masih dalam kebisuan batin dengan tetes jiwa membasahi muka. Aku mengelapnya. Menggunakan sehelai sapu tangan yang selalu kubawa. Bercorak batik dengan motif sunda, sedikit luntur dan ternoda. Mungkin karena sudah lama ku pakai. Sapu tangan itu semakin terlihat kusam setelah kugunakan untuk mengelap barusan.  Sekejap pandanganku melebur dalam jutaan spektrum warna saat kulepas kaca mata. Aku buta? Sepertinya tidak. Aku masih bisa melihat sayup-sayup bayang banyak orang.

Pletak. Tanganku seakan kehilangan beban, sepertinya aku menjatuhkan sesuatu yang penting. Aku meraba meja serta bangkuku, namun masih tak kutemukan. Aku meraba saku celana dan baju, masih sama. Kaca mataku, ia jatuh. Dimana? Aku tak dapat melihatnya dengan jelas.

"Aduh, apa ini?!" kepalaku membentur sesuatu kala merebahkan tubuh dan mengais lantai.

"Ngapain kau, john?" tanya seseorang.

"Kaca mata. Kaca mata?!" aku terus mengais lantai tak peduli panggilan siapapun.

"Aku menemukannya!" teriakku gembira. Aku langsung memakai kaca mata itu dan langsung berdiri. Plaak. Untuk kedua kalinya kepalaku membentur sesuatu. Kali ini pada bagian belakang kepala. Aku memegangnya tanda kesakitan. Meja. Ya, ternyata sebuah meja.

"Hahaha. Bodoh!" aku mendengar puluhan orang mengatakannya. Sadis.

Senin, 09 Januari 2012

Pertemuan Semu

Teman selamanya ~(^_^)~
Ketika kita melukis terukir goresan yang indah, ketika kita merangkai kata mengalun melodi cinta, semua itu karena ketulusan. Yap! Mungkin banyak teman-teman blogger saling bertukar gambar, namun kali ini gue, lebih tepatnya kami akan sedikit berbeda.

Berawal dari tweet gak jelas antara gue dan Kinan, akhirnya kami sepakat untuk bertukar puisi. Semua ini gara-gara provokasi dari Ririz. Well, it's okay. Toh kami hanya iseng-iseng tak berhadiah. Nah, Kinan udah buat puisinya duluan dan kali ini giliran gue. Puisinya bisa kalian lihat disini. Bagus deh.

Seperti kata Spongebob dan Patrick: "Teman selamanya". Gue juga berharap bisa begitu, walau kami belum pernah ketemu, tapi lumayan akrab kok. Kapan-kapan kita ketemuan ya, Kinan! Dari perasaan itu gue buat puisi berjudul "Pertemuan Semu". ^_^

Minggu, 08 Januari 2012

Underdog Bagian 1

Underdog: I'm a geek!
Aku menyudut dalam bising suara. Semuanya menghantam gendang telinga hingga tak dapat kumengerti. Aku sudah mati? Tidak. Aku masih dapat merasakan irama jantung mengiringi helaan nafas. Hembusan angin masih membuat hati ini dingin. Namun, aku merasa dalam pelukan yang hampa, dalam keheningan batin yang serupa. Sendiri.

Aku duduk sambil mendekap kaki, meletakkan dagu diatasnya, merenung dalam bayang-bayang ketakutan, aku hanya menunduk. Yang kubisa hanya menghela nafas yang panjang lalu menghembuskannya. Begitu terus hingga aku lelah. Lalu aku membuat gambar semu dengan mencoret lantai bumi menggunakan jari telunjuk. Hanya aku yang bisa melihat gambar itu. Wanita. Ya, seorang bidadari lebih tepatnya.

“Kamu ngapain duduk sendirian ditaman, john?” tiba-tiba seseorang datang menghampiri.

Aku terkejut dan pandanganku buyar. Gambar tadi juga sekejap menghilang, lalu ku menoleh keatas. Seorang wanita.

“Aku? Uhm, nggak kok. Aku gak duduk nih.” aku langsung meloncat dan bediri.

“Hahaha. Kamu ini ada-ada saja, tiba-tiba langsung berdiri.” serunya.

Tersenyum. Ya, aku hanya bisa tersenyum melihat tawanya. Sejenak aku diam dalam keindahan lesung pipinya. Raut wajah yang sangat detil kuperhatikan. Ia mirip dengan gambar semu yang kubuat tadi. Cantik. Apakah ia tiba-tiba menjadi nyata?

Jumat, 06 Januari 2012

Bagaikan Seekor "Uhu"

Uhu! Sebuah kata yang ciamik banget untuk disebutkan. Uhu ini berhubungan dengan hantu tapi punya ekor. Mungkin seperti kebanyakan hantu sih, "uhu" ini juga bisa terbang, konon "uhu" ini kalau terbang hampir gak kedengaran suaranya. Serem banget deh. Tapi kalau ditambahkan akhiran -k atau -y akan beda lagi artinya. Uhu! Uhuk! Uhuy! -___-''

Nah, belakangan ini gue merasa menjadi seekor "uhu". Lalu, Basith jadi hantu dong? Nggak. Sebenarnya "uhu" itu adalah bahasa jerman. Dan sekarang gue mau mengibaratkan kata "uhu" menjadi sebuah pengertian yang bisa mengajak kalian untuk berubah kearah yang lebih positif. Bingung kan? Lanjut aja bacanya.

Kamis, 05 Januari 2012

Bule Bola Saya, Saya Bola Bule?

Rambut tak pirang, badan pun jadi.
Bola? Pasti kalian semua tahu dong kalau bola itu bundar. Tapi gue agak heran kenapa sih ada lagu topi saya bundar. Perasaan gak ada deh topi yang bundar. Lalu,  liriknya diulang-ulang aja, "Topi saya bundar, bundar topi saya, kalau tidak bundar bukan topi saya". Terus kalau gue pakai topi bermotif bola yang bundar, itu punya dia? Enak banget. Gue yang beli, tapi dia malah ngaku-ngaku. Lagunya sesuatu banget.

Nah, ngomongin yang bundar-bundar, kata "dia" HATI itu juga bundar loh. Aneh banget. Yah... namanya juga cinta yang membuat kita buta. Padahal monyet yang lagi garuk-garuk pantat aja tahu kalau hati itu nggak bundar.

"Hatimu begitu bundar, sayang!"

"Kok gitu, yang?"

"Karena kita jadian dibundaran HI. Sesuatu banget kaan."

"Kamu gombal yah? Gak lucu tuh." #jleb

*kemudian hening*

Anyway gue punya... uhm...
Kejutaaan!!!


Rabu, 04 Januari 2012

Dusta Penghancur

Sendiri. Dalam keheningan yang nyata aku terbuai akan pikiran masa lalu. Ia terus menghantuiku hingga kini. Aku tak mampu menahan gejolak jiwa dari letupan dusta yang menghancurkan semangat. Saat ini. Disudut kamar aku terduduk, melihat cahaya mentari yang menembus hati. Aku masih merasakan keharmonisan alam dengan berjuta keindahannya. Hatiku tak secerah langit siang itu.

"Kamu kenapa termenung disitu, nak?" sahut ibuku dari pintu kamar yang terbuka.

Aku terkejut dan menoleh. "Um, nggak ada apa-apa kok ma," jawabku lalu kembali melihat menerawang jendela.

Bayangku melanglang buana entah kemana. Pikiranku seakan terkontaminasi akan perkataan masa lalu itu. Mati! Sepenggal kata yang membuat batinku hancur, yang membuat jasadku melebur dalam tawa ketakutan. Aku hanya bisa terpaku diam dalam perangkap semu. Aku mati?

"Jika tawa akan hadir dalam pelukan. Aku ingin.
Jika senyum mengobati luka goresan. Aku rela."

Aku seakan pasrah dalam kebuntuan resah. Rasa ini terlalu abstrak untuk kurangkai dalam kata. Rasa ini terlalu sulit untuk terucap. Kematian yang sekejap dalam iringan senyum dan tawa, mungkin akan dapat kuterima. Seandainya ini memang suratan takdir, kalaupun ini hanya keresahan semu, aku tetap  saja bimbang. Hatiku masih bergetar dan tak tenang. Rentan.

"Kau terlihat gelisah," Ayaku tiba-tiba datang. Menghampiriku yang berada didalam kamar.

"Iya yah," aku semakin menundukkan kepala.

"Kenapa?"

"Aku akan mati hari ini. Semua orang akan mati."

Ayahku tertarik kebelakang lalu menatapku kosong. Ia terkejut. Aku tak pernah melihatnya seperti itu - matanya melotot sambil bercekak pinggang. Tiba-tiba tangan kanannya ia ulurkan kepadaku, menarikku paksa dan mengajakku ke suatu tempat.

Senin, 02 Januari 2012

Hanya Engkau Sebuah Harapan

Datangnya tahun baru dimanfaatkan oleh banyak orang untuk menulis harapan-harapannya. Yang terpenting bagi gue, akan lebih baik jika ditulis dan diyakini dalam hati serta berdoa kepada yang Maha Kuasa.  Manusia hanya bisa merencanakan dan Allah yang menakdirkan. Dan juga, apa yang kita pikirkan/yakini itulah yang akan terjadi. That's what I believe. Mungkin lain kali akan gue tulis wishlistnya diblog ini.

Manusia bisa berharap dengan yang menciptakannya dan Ia akan selalu tahu yang terbaik untuk kita. Dengan berjalannya waktu, tepatnya masa lalu, banyak kisah abstrak yang mewarnai hidup ini. Semoga kita bisa lepas dari bayang-bayang kesedihan. Dan berharaplah hanya pada-Nya akan kebahagiaan. Selamat tahun baru semuanya! Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik ditahun ini.

Minggu, 01 Januari 2012

Bidadari Kancut Bagian 6 (Akhir)

Sub Judul: Kau Bidadari!
Kancutku sejati!
Ayo, baca cerita sebelumnya:
[Bidadari Kancut Bag. 1] [Bidadari Kancut Bag. 2]
Tahun baru, pacar baru. Itulah yang dimiliki Andi sekarang. Ia gendut bukan sembarang. Ini kejadian yang benar-benar jarang. Aku iri tapi aku senang. Sahabatku tak lagi harus mengenang. Mengenang ketika ia diputuskan oleh mantannya. Tragis memang.

Ia selalu saja memamerkan kemesraannya dihadapanku, ia sama sekali tak terlihat kaku. Tak sepertiku yang belum sama sekali pacaran. Keringatku mengucur bagai membuka keran. Begitu deras hingga membuatku becek. Kuambil sapu tangan dikocek, tapi akhirnya sobek. Aku menggigitnya karena tak tahan melihat tingkah Andi.

“Ricky, ayo bersenang-senang. Ini tahun baru loh.” tiba-tiba Aura menepuk pundakku dari belakang.

Aku histeris, aku kira ia hantu jeruk manis. Rambutnya hitam panjang, membuatku kejang-kejang. Hampir saja aku pingsan. Aku juga hampir mimisan. Aku sungguh terkesan.

“Aura, kau mengejutkanku saja.” aku mengusap dada.

“Festival disekolah kita setahun sekali loh. Ayo, ikut aku.” ia menarik tanganku dengan gampangnya.

Aku serasa terbang walau tak seperti belalang. Kau bunga dan aku kumbang. Aku ingin menyanyikan kau sebuah tembang. Agar hatimu menjadi lapang. Agar aku dapat meraih hatimu dengan gampang. Tetap saja pinggulmu ku pandang. Aku terlihat girang tapi aku bukan berhidung belang.
newer posts older posts back home